Sejarah Nagari Kapau

Menurut jurai dan paparan orang tua kita terdahulu ketika Nagari Kapau belum ditempati, disebut dalam tambo Nagari Kapau yang telah disahkan oleh Kerapatan Adat Niniak Mamak Vi Suku pada tahun 1931 sebagaimana tersebut di bawah ini. Pada masa dahulunya berangkatlah empat kumpulan/ rombongan dari Pariangan Padang Panjang yaitu :

  1. Kapau
  2. Kurai
  3. Sianok
  4. Koto Gadang.

Dan berapa lama perjalanan mereka dari keempat rombongan tersebut tidak disebutkan sampai mereka ke batas agam dengan Tabek Patah dekat Nagari Tanjung Alam. Maka tiap-tiap rombongan yang berangkat itu tidak ada yang dapat menerangkan, menurut riwayat  dari rombongan yang berangkat itu dapat digambarkan sebagai berikut :

  1. Rombongan pertama, urang Kapau berhenti di sebuah bukit yang tumbuh sebuah kayu kapur besar dan mereka memberi nama kampung itu dengan nama Bukit Kapau.
  2. Rombongan kedua, urang Kurai berhenti disebuah kampung dan mereka memberi nama Padang Kurai
  3. Rombongan ketiga, urang Sianok berhenti disebuah kampung dan mereka memberi nama Sianok
  4. dan urang Koto Gadang berhenti pula disana suatu kampung yang sampai sekarang masih bernama Koto Gadang.

Selang beberapa lama mereka tinggal terpisah di kampung tersebut makin lama mereka makin tambah berkembang, maka tumbuhlah pikiran dari nenek moyang urang Kapau hendak mencari kampung untuk penghidupan kelompok keluarga mereka karena makin sempitnya kampung asal. Dan turunlah mereka dari gunung bukit Kapau untuk mencari kampung untuk mata pencarian dan mereka meninggalkan tanda ditempat asal mereka yaitu sebuah lansuang batu tungga yang terletak di Bukit Kapau di atas talago (sebuah lubuak yang luas) dibawah batuang tungga.

Rombongan urang Kapau itu dipimpin seorang tua kampung yang bernama Datuak Bandaro (jambak anam induak) maka berjalanlah mereka bersama-sama. Beberapa lama mereka dalam perjalanan yang diketuai oleh Datuak Bandaro di sebuah daerah yang ada batang airnya yang sekarang bernama Sungai Janiah dan tinggalah beberapa rombongan disana.

Dan rombongan lain melanjutkan perjalanan menuju suatu daerah yang datar yang dipenuhi akar belukar dan hutan rimba dan daerah tersebut diberi nama Koto Jambak. Kampung Koto Jambak mempunyai lahan yang subur untuk bertanam. Mengetahui daerah tersebut memiliki tanah yang subur, Datuak Bandaro mengutus salah satu utusannya untuk datang memberi kabar kepada saudara mereka yang berada di Bukit Kapau untuk turun ke tempat mereka berada sekarang.

Kemudian datanglah orang suku melayu nan tujuh induak yang dipimpin oleh Datuak Mangkudun. Setelah memastikan tanah tersebut subur dan luas, maka diberi kabarlah sekali lagi kepada orang Bukit Kapau untuk turun gunung. Maka turunlah sebagian besar dari mereka urang Bukit Kapau dan bagi mereka yang tidak percaya masih tetap tinggal di aas Bukit Kapau untuk bertahan hidup.

Maka turunlah rombongan :

  1. Urang suku tanjuang pisang simabua tiga induak yang dipimpin oleh Datuak Panduko Basa
  2. Rombongan urang suku guci pili enam induak dipimpin oleh Datuak Tandilangik
  3. Rombongan suku koto tigo induak dipimpin oleh Datuak Palimo
  4. Rombongan suku jambak kaciak dua induak yang dipimpin oleh Datuak Indo Marajo.

Dari kehadiran enam kelompok tersebut yang terdiri dari suku Jambak, Melayu, Gucci Pili, Koto dan Jambak Kaciak yang semuanya berasal dari Bukit Kapau itu pun merambas dan mengolah tanah tempat mereka tinggal tersebut dengan membuat pondok tempat mereka tinggal dengan nama kampuang Koto Jambak.

Karena mereka telah berkumpul bersama dengan bermacam suku dibuatlah taratak dan taratak, dibuat pintu gerbang dengan nama pintu koto yang mana pintu koto tersebut menghadap ke Koto Marapak Nagari Ampek Angkek sekarang.

Kemudian urang Koto tersebut membuat sebuah ladang yang cukup luas yang dikerjakan bersama-sama maka ladang tersebut diberi nama ladang nan laweh atau Ladang Laweh, ditanamlah bermacam-macam tanaman disana. Sedangkan ladang yang tidak bisa ditanami karena tanah yang keras dan berbatu dangkal maka ladang tersebut diberi nama Dangkek. Karena daerah Dangkek memiliki tanah yang tidak subur, liat dan berbatu maka rombongan tersebut pindah berladang ke tempat baru ladang baru dan kampuang tersebut dinamakan Parak Maru.

Setelah selesai berladang di Parak Maru mereka terus berpindah ke suatu tempat yang mana ada suatu belukar yang amat panjang  di daerah itu membelintang dari mudik sampai hilir yang tidak putus-putusnya maka dinamailah kampung itu Koto Panjang dan terus ke Korong Tabik dan disana mereka memetik buah Cubadak.

Setelah rombongan itu beristirahat di suatu tempat maka nampaklah oleh mereka sebuah padang yang luas dan bagus, dan mereka berpikir ini bagus untuk melakukan permainan anak nagari seperti sepak raga dan bermain laying-layang maka dinamakanlah daerah itu padang yang bagus atau Padang Cantiang. Kemudian mereka menemukankan sebuah batang kayu mariang yang tumbuh diatas tanah ketinggian yang namanya guguak Induriang yang kampung kecilnya bernama Talao.

Selagi para rombongan beristirahat mereka mencium bau yang harum dari sebuah tanaman pandan yang banyak tumbuh disekitar daerah dimana mereka berhenti sejenak, maka nama daerah tersebut diberi nama Pandan Banyak.

Setelah kampung di huni, alah bakoto alah bataratak, maka dibuatlah lah parit parit yang ditanami aur berduri yang akan menjadi pagar nagari untuk menjaga keamanan nagari dari gangguan binatang buas dan penjahat. Itu dilakukan sebab telah berdirinya rumah gadang yang dibagun secara bergontong ronyong oleh masyarakat setempat. Alah batanggo alah balabuah batapian, di tepi batang air Tambuo didirikanlah sebuah balai di tangah urang Kapau antara Koto Panjang Hilir dengan Padang Cantiang.

Dan menurut riwayat yang ada pada waktu itu Nagari Kapau terdiri dari 12 kampung yaitu :

  1. Ladang Laweh
  2. Parak Maru
  3. Dangkek Paninjauan
  4. Koto Panjang
  5. Korong Tabik
  6. Koto Panjang Mudiak
  7. Koto Panjang Hilir
  8. Padang Cantiang
  9. Cingkariang
  10. Induriang
  11. Pandan Banyak
  12. Koto Panalo

Pepatah mengatakan :

Taratak mulai dibuek, sudah dibuek manjadi koto, sudah koto menjadi kampuang, kampuang manjadi nagari, mangko dinamokan nagari kapau.

Nagari Kapau adalah nagari tungga sedangkan nagari tetangganya seperti Kurai Banuhampu, Sianok Koto Gadang, Guguak Tabek Sarojo, Sariak Sungai Pua, Gaduik Tilatang dan Salo Koto Baru, tetapi Kapau tidak.

Setengah riwayat menyebutkan bahwa Kapau mempunyai seorang pahlawan dari seorang termashur namanya yaitu Tuangku Mansiangan. Beliau adalah pahlawan patriot perang Paderi sekitar tahun 1821.Pada saat itu kekuatan Belanda semakin menjadi-jadi setelah mereka menyelesaikan perang Diponegoro di tanah Jawa. Dengan selesainya perang ini, Belanda bisa mengerahkan kekuatan penuh untuk menguasai tanah Minangkabau yang dipertahankan oleh kaum Paderi bersama kaum adat. Dalam masa-masa ini, pusat pejuangan Paderi yang paling kuat dan paling berpengaruh adalah Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Kedatangan pasukan Belanda secara besar-besaran dari Batavia diarahkan untuk melawan pasukan Paderi. Lebih khusus, tugaspasukan Belanda  adalah untuk menaklukkan Tuanku Imam Bonjol yang menjadi benteng terakhir dari pasukan Paderi. Selain Tuanku Imam Bonjol pemimpin yang tersisa adalah Tuanku Mansiangan dan Tuanku Rao. Jatuhnya Bonjol dan tertangkapnya Tuanku Imam dan tewasnya terlebih dahulu pahlawan-pahlawan Padri lainnya, Tuanku Nan Renceh di Bukit Marapalam, Tuanku Masiangan diatas tiang gantungan dan Tuanku Rao di kapal Belanda.

Di daerah Kapau sendiri Tuanku Mansiangan disebut juga Tuanku Kapau. Setelah beliau wafat, beliau dimakamkan di Pandan Banyak Nagari Kapau.